Dorong Terciptanya Regenerasi Petani, Wakil Sekretaris Jenderal Pemuda Tani Mendukung Program Makan Bergizi

Nasional117 Dilihat
banner 468x60

Narasibsangsa.com | Jakarta -Mengutip pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional, Prof. Dadan Hindayana melalui media nasional 10/10/24 menyebutkan bahwa jika anggaran Badan Gizi Nasional disetujui secara penuh sebesar 400 triliun, maka anggaran yang digelontorkan untuk membeli produk pertanian dalam memenuhi kebutuhan Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah sebesar 800 miliar per hari dengan total target 82,9 juta penerima manfaat.

Statement tersebut mendapat dukungan penuh dari DPP Pemuda Tani Indonesia yang diwakili Wakil Sekertaris Jenderal, Ananda Bahri Prayudha, M.Si yang menyebut informasi ini harus disebarluaskan kepada petani dan peternak di seluruh penjuru nusantara terutama kaum muda karena program MBG mengahdirkan peluang besar yang menyasar koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai supplyer utama komoditas pertanian dan peternakan baik dari beras, sayuran, ayam, telur, dan susu, sehingga ini akan sangat berpengaruh terhadap sistem tata niaga pertanian perdesaan yang selama ini minim akses terhadap pasar langsung ke konsumen.

banner 336x280

Program Makan Berzigi Gratis (MBG) tidak hanya investasi terhadap Sumber Daya Manusia (SDM), agar terbebas dari stunting dan menciptakan generasi emas yang memiliki daya saing global 2045, namun juga menjadi stimulus bagi masyarakat perdesaan pesisir terutama kaum muda untuk lebih bergairah dalam budidaya pertanian dan peternakan dengan indikator kepastian pasar dan harga sehingga akan terjadi ini akan mendorong terjadinya regenerasi petani, imbuhnya.

Menurut data Sensus Pertanian tahun 2023 (ST2023) yang dilakukan oleh Badan Pusat Stastistik( BPS), mayoritas usia petani Indonesia di atas 55 tahun yang artinya pertanian kita di dominasi oleh generasi X (gen X) yaitu 42,39 persen.

Mengutip Ben White dalam artikelnya “Agriculture and the Generation Problem: Rural Youth, Employment and the Future of Farming” (2012) membahas masalah regenerasi petani sebagai tantangan penting bagi masa depan pertanian. White menyatakan bahwa banyak pemuda perdesaan semakin menjauh dari sektor pertanian karena tidak menguntungkan dan tidak menarik.

Selain itu, kurangnya akses terhadap tanah, modal, dan pelatihan pertanian membuat kaum muda merasa terpinggirkan dalam sektor ini. Menurut White, masalah ini merupakan “problem generasi” di mana regenerasi petani menjadi sulit karena perubahan sosial, ekonomi, dan aspirasi kaum muda. Masalah ini berdampak pada keberlanjutan pertanian karena tanpa masuknya kaum muda ke dalam sektor pertanian, akan sulit menjaga keberlanjutan produksi pangan di masa depan, tambahnya.

Kondisi sosial ini terjadi disebabkan kaum muda lebih memilih untuk mencari penghidupan dengan migrasi ke wilayah urban baik untuk bekerja di sektor formal maupun non formal karena menilai penghidupan yang layak hanya dapat diwujudkan jika bekerja di perkotaan dengan jaminan penghasilan, akses yang lebih baik serta tingginya putaran ekonomi terjadi di wilayah perkotaan bukan perdesaan pesisir, terang Ananda yang juga Sekjend Relawan Alumni Pertanian Indonesia 02 (API 02) ini.

Program ini memiliki potensi menjawab tantangan regenerasi petani dan melahirkan multiplier effect atau efek berganda untuk menyelesaikan ketimpangan sosial, membuka lapangan pekerjaan, mengurai kepadatan penduduk diwilayah perkotaan, serta membangun sektor pertanian dan wilayah perdesaan pesisir dengan melahirkan program yang mampu menstimulus regenerasi petani untuk mau kembali ke sektor pertanian dan peternakan dengan memberikan kemudahan terhadap bantuan program, akses modal, pendampingan kelembagaan, asuransi serta kepastian harga.

Sehingga pemerintah harus melakukan kajian ulang untuk merumuskan langkah strategis mendorong terciptanya regenerasi petani secara sustain dengan melakukan beberapa langkah pertama adalah membentuk kelompok petani muda dan koperasi kaum muda di tingkat perdesaan pesisir untuk mendorong kaum muda aktif melibatkan diri dan mengambil peran dalam merumuskan pembangunan perdesaan pesisir untuk menjawab “problem generasi”seperti yang diungkapkan White diatas.

Perlu diketahui sampai saat ini kelompok tani (poktan), gabungan kelompok tani (gapoktan) dan kelompok wanita tani (wantn) di isi oleh generasi babybommers dan generasi x sehingga secara sosiologis ini melemahkan peran kaum muda yang identik dengan perubahan yang cepat dengan dukungan Internet of Things (IoT), sehingga pemerintah harus serius mengambil langkah agar kesempatan ini menjadi jalan keluar bagi mendorong kemandirian membangun perdesaan pesisir untuk keluar dari ketimpangan sosial desa dan kota dengan memberikan ruang sebesar besarnya bagi kaum muda dalam menyampaikan aspirasinya.

Kedua Ananda menekankan fenomena ini akan berjalan dan konsisten jika dikerjakan oleh lintas kementerian baik Badan Gizi Nasional selaku lembaga penyerap, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kemendesa pdtt, Kemenkop sembagai lembaga penyalur program yang menatimulus kaum muda dalam keterlibatan produksi dan kelembagaan, Kementerian ATR/BPN dan KLHK sebagai lembaga yang memberikan payung hukum pengunaan lahan dan redistribusi lahan terhadap kaum muda yang memiliki isu serius soal kepemilikan lahan serta Perbankan dan NGO sebagai sumber akses permodalan dengan suku bunga rendah dibawah 4 persen.

Ketiga bila diperlukan untuk mengorkestrasikan dan sinkronisasi program lintas kementerian lembaga maka pemerintahan Prabowo-Gibran perlu menbentuk Menko Pangan yang tugasnya adalah memastikan seluruh program pemerintah disektor pangan dan Gizi tidak tumpang tindih, tepat sasaran dan dapat terealisasi dengan baik.

Magister Sosiologi Pedesaan IPB University ini juga menyebut bahwa program ini harusnya benar-benar menjadi stimulus kaum muda untuk mau kembali ke desa setelah menyelesaikan pendidikan dan tidak lagi memilih untuk bertahan atau migrasi ke
wilayah perkotaan, tentu ini menjadi tantangan bagi Pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan dilantik 10 hari mendatang, jika ini dapat dijalankan dengan kolaboratif yang melibatkan seluruh steakholder baik peneliti, akademisi, organisasi tani dan nelayan juga seluruh steakholder lainnya maka kedepan akan terjadi fenomena perubahan prilaku kaum muda yang berbondong-bondong kembali ke desa untuk membangun wilayah perdesaan pesisir dan melahirkan peningkatan dan pemerataan ekonomi masyarakat perdesaaan dan pesisir, tutupnya.

banner 336x280